opie
10-29-2014, 03:27 PM
Sebelum Pertempuran
Pada 3 Oktober 1944, Kepala Staf Gabungan mengeluarkan perintah kepada Laksamana CHESTER NIMITZ, Komandan Wilayah Pasifik (CINC-PAC) untuk menduduki pula Iwo Jima.
Nimitz yang berasal dari Texas, seorang introvert, pendiam, tapi memiliki catatan tidak pernah kalah dalam pertempuran laut, diangkat oleh Roosevelt menggantikan Laksamana Husband E. Kimmel pasca serangan Pearl Harbor, menyisihkan hampir 30 laksamana senior lainnya. Kepribadian Nimitz kontras dengan MacArthur yang arogan, egois dan flamboyant.
Perselisihan keduanya, mengenai bagaimana jalan terbaik untuk mengalahkan Jepang, sudah berlangsung lama. MacArthur lebih menyukai serangan melalui Filipina menuju Formosa (Taiwan) dan Tiongkok, sementara Nimitz bersikukuh dengan taktik “lompat pulau”nya.
Untuk menduduki pulau Iwo Jima, Nimitz dibantu oleh trio ahli taktiknya:
1. Laksamana A. Spruance, Komandan Operasional, yang berprestasi luar biasa pada pertempuran Midway
2. Laksamana Kelly Turner, Komandan Kekuatan Ekspedisi Gabungan, yang memiliki kemampuan organisasi luar biasa dalam menyelaraskan lusinan serangan udara, pengeboman pantai, menurunkan ribuan pasukan dan pendaratan yang tepat
3. Letnan Jenderal Holland M. Smith, Komandan Kekuatan Marinir Armada Pasifik, yang dijuluki “Howlin Mad” Smith oleh para mariner & sedang mendekati masa akhir karirnya
Pendaratan Iwo Jima melibatkan pengerahan 3 divisi Marinir secara bersamaan untuk pertama kali, yang merupakan kekuatan Korps Marinir terbesar yang pernah dikerahkan dalam suatu pertempuran.
Divisi Marinir Ke-3, di bawah pimpinan Mayjen Graves B. Erskine, veteran pertempuran Belleau Wood, Chateau Thierry dan Saint-Mihiel saat PD 1
Divisi Marinir Ke-4, di bawah pimpinan Mayjen Clifton B. Cates, juga seorang veteran PD 1 yang menerima Navy Cross & 2 Silver Star (dalam perjalanannya kemudian akan menjadi Komandan Korps Marinir pada 1948)
Divisi Marinir Ke-5, di bawah pimpinan Keller E. Rockey, pemegang Navy Cross untuk keberaniannya di Nikaragua
Sedangkan tanggung jawab mempersiapkan dan melaksanakan operasi Marinir untuk “Detachment” jatuh ke tangan Komandan Pasukan Pendarat Korps Amfibi V, Mayjen Harry Schmidt, seorang veteran operasi di Tiongkok, Filipina, Meksiko, Kuba dan Nikaragua, pernah menjadi Komandan Divisi Marinir Ke-4 saat invasi Roi-Namur dan Saipan.
Sementara itu di Jepang, pada bulan Mei 1944, Letjen Tadamichi Kuribayashi dipanggil ke kantor Perdana Menteri Jepang & diberitahu bahwa ia akan menjadi komandan pasukan di Iwo Jima.
Kuribayashi seorang samurai dan perwira dengan 30 tahun pengalaman di lapangan, menghabiskan sebagian waktunya sebagai wakil atase di AS. Setelah penunjukannya, ia menulis kepada istrinya:
“AS adalah Negara terakhir di dunia yang perlu diperangi Jepang…jangan tunggu kepulangan saya”
Kuribayashi melakukan apa yang tidak bisa dilakukan komandan Jepang lainnya di Pasifik dan digambarkan oleh Radio Tokyo sebagai:
“…perut besar tradisional seorang samurai dan hati seekor harimau”
Kurabayashi sempat membagikan dokumen berjudul “Sumpah Pertempuran Pemberani” kepada pasukannya yang mengharuskan setiap prajurit membunuh 10 musuh sebelum mati.
Letjen Holland Smith dalam memoarnya memuji kemampuan Kuribayashi dengan mengatakan organisasi kekuatan daratnya jauh lebih unggul daripada apapun yang pernah dilihatnya di Prancis dalam PD 1.
Penyusunan Kekuatan
Operasi “Detachment” sebenarnya sudah 2x ditunda karena kekurangan kapal pendukung dan kapal pendarat karena digunakan dalam invasi MacArthur di Filipina.
Saat persiapan rencana, Divisi Marinir Ke-3 masih berada di Guam setelah merebut pulau itu pada Agustus 1944, sedangkan Divisi Marinir Ke-4 dan Ke-5 akan dikerahkan dari Kepulauan Hawaii. Banyak armada tua dalam armada Angkatan Laut yang terlalu lambat untuk sebuah gugus tugas di Pasifik, misalnya USS Arkansas, USS Texas, USS Nevada, USS Idaho dan USS Tennessee.
Pada 15 Pebruari 1946, armada invasi. LST yang mengangkut pasukan Divisi Marinir Ke-4 dan Ke-5 berangkat, diiringi dengan kapal pengangkut tank, perbekalan, artileri dan satuan2 pendukungnya. Armada ini diketahui oleh pesawat patrol Jepang. Kurabayashi menunggu pasukan penyerang dengan sabar.
Pimpinan Tertinggi Jepang menyadari pentingnya Iwo Jima dan sejak awal Maret 1944 sudah memperkuat pertahanan di pulau tersebut. Resimen Infanteri Ke-145 yang dipimpin Kolonel Masuo Ikeda, yang semula akan memperkuat Saipan dialihkan ke pula Iwo Jima. Divisi Ke-109, termasuk Brigade Gabungan Ke-2 (Mayjen Senda), Resimen Tank Ke-26 (Letkol Baron Takeichi Nishi), Resimen Infanteri Gabungan Ke-17 (Mayor Tamachi Fujiwara), Brigade Artileri (Kolonel Choisaku Kaido) dan Batalion Anti Serangan Udara, Mortir, Meriam dan Senapan Mesin tambahan dikirim ke pulau tersebut. Satuan2 AL Jepang di bawah pimpinan Laksamana Muda Toshinosuke Ichimaru yang bertanggung jawab atas Armada Udara Ke-27 juga dikirim ke Iwo Jima. Pada tanggal 19 Pebruari 1945, jumlah total pasukan bertahan Jepang mencapai 21.060 prajurit, lebih banyak dari perkiraan AS yang hanya 13.000 ribu.
Kondisi Geografis
Iwo Jima panjangnya sekitar 4.5 mil (7.2 km) dan sumbunya mulai dari barat daya ke barat laut, meruncing dari lebar 2.5 mil (4 km) di bagian Utara sampai hanya 0.5 mil (800 m) di bagian Selatan, sehingga luas tanah seluruhnya sekitar 7.5 mil persegi atau sekitar 19.4 km persegi. Di bagian ujung Selatan ada Gunung Suribachi (550 kaki = 168 m) yang sudah tidak aktif, yang dari atasnya sebagian besar pulau bisa terlihat. Satu2nya tempat yang memungkinkan untuk pendaratan adalah pantai yang merentang ke utara dari Suribachi.
Jepang membangun Lapangan Udara No 1 di dataran tinggi tengah bagian Selatan pulau dan di utaranya ada Lapangan Udara No 2 dan No 3 yang belum selesai. Tanah yang menurun dari dataran tinggi di utara itu penuh dengan lembah, punggung bukit dan batu2an mencuat yang menyediakan tempat ideal untuk pertempuran bertahan.
Bersambung...
(Sumber: "Iwo Jima 1945", Derrick Wright & Jim Laurier)
Pada 3 Oktober 1944, Kepala Staf Gabungan mengeluarkan perintah kepada Laksamana CHESTER NIMITZ, Komandan Wilayah Pasifik (CINC-PAC) untuk menduduki pula Iwo Jima.
Nimitz yang berasal dari Texas, seorang introvert, pendiam, tapi memiliki catatan tidak pernah kalah dalam pertempuran laut, diangkat oleh Roosevelt menggantikan Laksamana Husband E. Kimmel pasca serangan Pearl Harbor, menyisihkan hampir 30 laksamana senior lainnya. Kepribadian Nimitz kontras dengan MacArthur yang arogan, egois dan flamboyant.
Perselisihan keduanya, mengenai bagaimana jalan terbaik untuk mengalahkan Jepang, sudah berlangsung lama. MacArthur lebih menyukai serangan melalui Filipina menuju Formosa (Taiwan) dan Tiongkok, sementara Nimitz bersikukuh dengan taktik “lompat pulau”nya.
Untuk menduduki pulau Iwo Jima, Nimitz dibantu oleh trio ahli taktiknya:
1. Laksamana A. Spruance, Komandan Operasional, yang berprestasi luar biasa pada pertempuran Midway
2. Laksamana Kelly Turner, Komandan Kekuatan Ekspedisi Gabungan, yang memiliki kemampuan organisasi luar biasa dalam menyelaraskan lusinan serangan udara, pengeboman pantai, menurunkan ribuan pasukan dan pendaratan yang tepat
3. Letnan Jenderal Holland M. Smith, Komandan Kekuatan Marinir Armada Pasifik, yang dijuluki “Howlin Mad” Smith oleh para mariner & sedang mendekati masa akhir karirnya
Pendaratan Iwo Jima melibatkan pengerahan 3 divisi Marinir secara bersamaan untuk pertama kali, yang merupakan kekuatan Korps Marinir terbesar yang pernah dikerahkan dalam suatu pertempuran.
Divisi Marinir Ke-3, di bawah pimpinan Mayjen Graves B. Erskine, veteran pertempuran Belleau Wood, Chateau Thierry dan Saint-Mihiel saat PD 1
Divisi Marinir Ke-4, di bawah pimpinan Mayjen Clifton B. Cates, juga seorang veteran PD 1 yang menerima Navy Cross & 2 Silver Star (dalam perjalanannya kemudian akan menjadi Komandan Korps Marinir pada 1948)
Divisi Marinir Ke-5, di bawah pimpinan Keller E. Rockey, pemegang Navy Cross untuk keberaniannya di Nikaragua
Sedangkan tanggung jawab mempersiapkan dan melaksanakan operasi Marinir untuk “Detachment” jatuh ke tangan Komandan Pasukan Pendarat Korps Amfibi V, Mayjen Harry Schmidt, seorang veteran operasi di Tiongkok, Filipina, Meksiko, Kuba dan Nikaragua, pernah menjadi Komandan Divisi Marinir Ke-4 saat invasi Roi-Namur dan Saipan.
Sementara itu di Jepang, pada bulan Mei 1944, Letjen Tadamichi Kuribayashi dipanggil ke kantor Perdana Menteri Jepang & diberitahu bahwa ia akan menjadi komandan pasukan di Iwo Jima.
Kuribayashi seorang samurai dan perwira dengan 30 tahun pengalaman di lapangan, menghabiskan sebagian waktunya sebagai wakil atase di AS. Setelah penunjukannya, ia menulis kepada istrinya:
“AS adalah Negara terakhir di dunia yang perlu diperangi Jepang…jangan tunggu kepulangan saya”
Kuribayashi melakukan apa yang tidak bisa dilakukan komandan Jepang lainnya di Pasifik dan digambarkan oleh Radio Tokyo sebagai:
“…perut besar tradisional seorang samurai dan hati seekor harimau”
Kurabayashi sempat membagikan dokumen berjudul “Sumpah Pertempuran Pemberani” kepada pasukannya yang mengharuskan setiap prajurit membunuh 10 musuh sebelum mati.
Letjen Holland Smith dalam memoarnya memuji kemampuan Kuribayashi dengan mengatakan organisasi kekuatan daratnya jauh lebih unggul daripada apapun yang pernah dilihatnya di Prancis dalam PD 1.
Penyusunan Kekuatan
Operasi “Detachment” sebenarnya sudah 2x ditunda karena kekurangan kapal pendukung dan kapal pendarat karena digunakan dalam invasi MacArthur di Filipina.
Saat persiapan rencana, Divisi Marinir Ke-3 masih berada di Guam setelah merebut pulau itu pada Agustus 1944, sedangkan Divisi Marinir Ke-4 dan Ke-5 akan dikerahkan dari Kepulauan Hawaii. Banyak armada tua dalam armada Angkatan Laut yang terlalu lambat untuk sebuah gugus tugas di Pasifik, misalnya USS Arkansas, USS Texas, USS Nevada, USS Idaho dan USS Tennessee.
Pada 15 Pebruari 1946, armada invasi. LST yang mengangkut pasukan Divisi Marinir Ke-4 dan Ke-5 berangkat, diiringi dengan kapal pengangkut tank, perbekalan, artileri dan satuan2 pendukungnya. Armada ini diketahui oleh pesawat patrol Jepang. Kurabayashi menunggu pasukan penyerang dengan sabar.
Pimpinan Tertinggi Jepang menyadari pentingnya Iwo Jima dan sejak awal Maret 1944 sudah memperkuat pertahanan di pulau tersebut. Resimen Infanteri Ke-145 yang dipimpin Kolonel Masuo Ikeda, yang semula akan memperkuat Saipan dialihkan ke pula Iwo Jima. Divisi Ke-109, termasuk Brigade Gabungan Ke-2 (Mayjen Senda), Resimen Tank Ke-26 (Letkol Baron Takeichi Nishi), Resimen Infanteri Gabungan Ke-17 (Mayor Tamachi Fujiwara), Brigade Artileri (Kolonel Choisaku Kaido) dan Batalion Anti Serangan Udara, Mortir, Meriam dan Senapan Mesin tambahan dikirim ke pulau tersebut. Satuan2 AL Jepang di bawah pimpinan Laksamana Muda Toshinosuke Ichimaru yang bertanggung jawab atas Armada Udara Ke-27 juga dikirim ke Iwo Jima. Pada tanggal 19 Pebruari 1945, jumlah total pasukan bertahan Jepang mencapai 21.060 prajurit, lebih banyak dari perkiraan AS yang hanya 13.000 ribu.
Kondisi Geografis
Iwo Jima panjangnya sekitar 4.5 mil (7.2 km) dan sumbunya mulai dari barat daya ke barat laut, meruncing dari lebar 2.5 mil (4 km) di bagian Utara sampai hanya 0.5 mil (800 m) di bagian Selatan, sehingga luas tanah seluruhnya sekitar 7.5 mil persegi atau sekitar 19.4 km persegi. Di bagian ujung Selatan ada Gunung Suribachi (550 kaki = 168 m) yang sudah tidak aktif, yang dari atasnya sebagian besar pulau bisa terlihat. Satu2nya tempat yang memungkinkan untuk pendaratan adalah pantai yang merentang ke utara dari Suribachi.
Jepang membangun Lapangan Udara No 1 di dataran tinggi tengah bagian Selatan pulau dan di utaranya ada Lapangan Udara No 2 dan No 3 yang belum selesai. Tanah yang menurun dari dataran tinggi di utara itu penuh dengan lembah, punggung bukit dan batu2an mencuat yang menyediakan tempat ideal untuk pertempuran bertahan.
Bersambung...
(Sumber: "Iwo Jima 1945", Derrick Wright & Jim Laurier)